PAMEKASAN – Guna memperkuat ketahanan dan swasembada pangan di Pulau Madura, Bakorwil IV Pamekasan menggelar Rapat Koordinasi Optimalisasi Irigasi melalui Peran HIPPA/GHIPPA, Kamis (26/6/2025), di Ruang Rapat Trunojoyo.
Hadir sebagai Narasumber dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur dan Dinas PU SDA Provinsi Jawa Timur serta dihadiri Perwakilan Dinas Pertanian dan Dinas PUPR dari empat kabupaten di Madura, serta seluruh UPT SDA di wilayah Madura.
Plt. Kabid Sarpras Bakorwil IV Pamekasan, Andrian Luthfi, S.T. dalam sambutannya menyampaikan pentingnya peran kelembagaan petani dalam pengelolaan sumber daya air untuk mendukung sistem pertanian berkelanjutan.
“HIPPA dan GHIPPA merupakan pilar penting dalam pengelolaan air berbasis kearifan lokal. Namun, kenyataannya di lapangan masih banyak yang belum berjalan optimal karena lemahnya koordinasi dan kurangnya pendampingan dari OPD teknis,” tegas Adrian.
Ia menambahkan bahwa rakor ini menjadi forum lintas sektor yang tidak hanya membahas penguatan organisasi, tetapi juga mempererat sinergi dalam upaya besar menciptakan sistem irigasi yang mendukung swasembada pangan berkelanjutan di Madura.
Narasumber dari Kepala Seksi Operasi Jaringan Irigasi Bidang Irigasi Dinas PU SDA Provinsi Jawa Timur Annas Wibowo menjelaskan kondisi eksisting infrastruktur irigasi di Madura yang masih menghadapi tantangan serius.
“Lahan pertanian di Madura memang luas, tapi sebagian besar merupakan lahan non-teknis dengan akses air yang terbatas. Alih fungsi lahan, keterbatasan SDM, dan kerusakan jaringan irigasi menjadi hambatan utama distribusi air yang merata,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya keterlibatan kelembagaan petani dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.
“Tanpa partisipasi aktif HIPPA dan GHIPPA, upaya rehabilitasi dan pemeliharaan tidak akan berjalan efektif,” ujarnya.
Sementara itu, Kabid PSP Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur Suyanto, SP. MSi. menyampaikan bahwa perubahan iklim dan lemahnya infrastruktur menjadi tantangan utama sektor pertanian di Madura.
“Musim tanam kini tidak lagi dapat diprediksi. Curah hujan tidak menentu, dan banyak petani hanya bisa menanam satu kali dalam setahun karena minimnya irigasi,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa keterbatasan akses terhadap air irigasi juga berdampak pada tingginya biaya produksi akibat ketergantungan pada pupuk subsidi dan input lain.
“Kunci peningkatan indeks pertanaman adalah terpenuhinya kebutuhan air. Maka dari itu, optimalisasi irigasi dan rehabilitasi jaringan menjadi prioritas mutlak,” katanya.
Pemerintah sendiri telah menunjukkan komitmen serius melalui berbagai program bantuan irigasi sejak 2021 hingga rencana 2025 dengan menyasar seluruh kabupaten di Madura yang terfokus pada wilayah-wilayah pertanian rawan kekeringan.
"Dengan penguatan kelembagaan petani, dukungan infrastruktur, serta koordinasi lintas sektor yang semakin erat, diharapkan Madura dapat menjadi wilayah pertanian yang tangguh, berdaulat pangan, dan berkelanjutan," pungkasnya.